JAKARTA – Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) kembali stabil pada awal pekan ini setelah mengalami tekanan akibat keputusan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang mengumumkan rencana peningkatan produksi mulai Juni 2025. Langkah ini memicu kekhawatiran pasar akan potensi kelebihan pasokan global yang dapat menekan harga dalam jangka menengah.
Keputusan OPEC ini dinilai sebagai upaya untuk menertibkan negara-negara anggota yang kerap melanggar kuota produksi sukarela, seperti Irak dan Kazakhstan. Peningkatan produksi ini dipandang sebagai sinyal kuat dari organisasi bahwa konsistensi dalam kepatuhan terhadap batas produksi merupakan hal yang krusial untuk menjaga keseimbangan pasar.
“Langkah ini diambil sebagai bentuk penegakan disiplin produksi. Negara-negara yang terus melanggar kesepakatan harus menyadari bahwa stabilitas harga merupakan tanggung jawab bersama,” ujar seorang pejabat OPEC yang enggan disebutkan namanya.
Harga WTI Tertekan, Tapi Tunjukkan Pemulihan
Pada perdagangan Senin, harga minyak WTI sempat anjlok ke titik terendah jangka pendek di $55,14 per barel. Namun, seiring sesi perdagangan berlangsung, harga berhasil pulih dan ditutup mendekati kisaran $57 per barel. Meskipun masih jauh di bawah puncak harga pertengahan April yang sempat menyentuh hampir $64 per barel, stabilisasi ini menunjukkan adanya titik dasar teknis yang mulai terbentuk di sekitar level $56.
Kondisi pasar saat ini masih dibayangi oleh volatilitas tinggi, terutama karena ketidakpastian arah permintaan global di tengah sinyal perlambatan ekonomi dan fluktuasi kebijakan energi dari negara-negara besar.
Kelebihan Pasokan Bayangi Pasar Energi
Pasar minyak global kini dihadapkan pada risiko kelebihan pasokan, seiring bertambahnya pasokan dari negara-negara non-OPEC, serta meningkatnya ekspor energi dari kawasan seperti Rusia. Di sisi lain, belum ada kepastian mengenai langkah lanjutan negara-negara Barat dalam mengenakan sanksi tambahan terhadap sektor energi Rusia.
Peningkatan ekspor minyak dari Rusia dalam beberapa bulan terakhir turut memperbesar tekanan pasokan. Jika tidak ada penyerapan tambahan dari sisi permintaan global, maka lonjakan suplai ini dapat mempercepat koreksi harga minyak di paruh kedua tahun ini.
“Pasar sedang berjalan di garis tipis antara menjaga pasokan yang cukup dan menghindari oversupply. Jika permintaan tidak meningkat sesuai ekspektasi, kita akan menghadapi tekanan harga yang lebih dalam,” ujar seorang analis pasar energi di Timur Tengah.
Prakiraan Harga Masih Rentan Koreksi
Dengan posisi harga WTI yang masih berada di bawah tekanan, para pelaku pasar memperkirakan harga akan terus berfluktuasi dalam rentang yang sempit di jangka pendek. Level $56 per barel saat ini dipandang sebagai support teknikal yang cukup kuat, namun ketidakpastian dari sisi geopolitik dan kebijakan negara-negara produsen utama bisa dengan cepat mengubah arah pasar.
Permintaan dari negara-negara konsumen utama seperti Tiongkok dan India juga menjadi penentu penting, mengingat kedua negara ini menyumbang sebagian besar pertumbuhan konsumsi minyak global dalam beberapa tahun terakhir. Jika permintaan dari sektor industri dan transportasi di negara-negara tersebut melambat, maka harga minyak akan sulit untuk kembali ke level puncaknya di atas $60.
“Pasar sedang menunggu katalis positif dari sisi permintaan. Jika tidak ada kejutan dari sektor industri atau mobilitas global, maka harga kemungkinan akan berkutat di bawah $60 untuk sementara waktu,” kata seorang ekonom energi senior.
Prospek Jangka Panjang Masih Menantang
Dalam jangka menengah hingga panjang, prospek harga minyak diperkirakan akan tetap menghadapi tantangan dari transisi energi dan meningkatnya efisiensi di sektor transportasi. Selain itu, ekspansi energi terbarukan dan komitmen net-zero carbon emission dari banyak negara juga akan menekan permintaan terhadap bahan bakar fosil secara bertahap.
Meskipun demikian, untuk saat ini, peran OPEC dan negara-negara produsen utama tetap krusial dalam menjaga keseimbangan pasar. Setiap keputusan terkait produksi akan terus menjadi perhatian utama pasar dan bisa menjadi pemicu fluktuasi harga yang tajam.
Dengan meningkatnya produksi mulai Juni 2025 dan kondisi permintaan yang belum sepenuhnya pulih, pasar minyak akan memasuki fase penuh tantangan, di mana stabilitas harga akan sangat bergantung pada disiplin produksi dan kejelasan arah kebijakan energi global.