JAKARTA - Pemerintah Indonesia dan Jepang resmi menandatangani financial closing untuk proyek energi panas bumi di Muara Laboh, Sumatera Barat. Proyek ini diperkirakan bernilai 500 juta dolar AS atau sekitar Rp 8,2 triliun, dengan nilai tukar Rp 16.450 per dolar AS. Penandatanganan ini merupakan bagian dari inisiatif kerja sama dalam Asia Zero Emission Community (AZEC), yang bertujuan untuk mempercepat transisi energi bersih di kawasan Asia.
Pentingnya Kerja Sama Indonesia dan Jepang
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa proyek panas bumi di Muara Laboh ini merupakan wujud konkret dari kerja sama yang erat antara Indonesia dan Jepang. "Proyek ini tidak hanya menyasar pengembangan energi terbarukan, tetapi juga mempererat hubungan Indonesia dan Jepang dalam upaya mencapai tujuan energi bersih global," kata Airlangga dalam siaran persnya.
Airlangga menambahkan bahwa proyek ini dibahas dalam pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida di Jakarta. "Besok, akan ada penandatanganan financial closing untuk proyek panas bumi 80 MW di Muara Laboh, dengan total investasi mencapai 500 juta dolar AS," ujar Airlangga.
Keterlibatan Pemerintah Jepang dalam Proyek Panas Bumi
Presiden Prabowo Subianto juga mengapresiasi hubungan bilateral Indonesia dengan Jepang yang terus berkembang. “Pemerintah Indonesia sangat menghargai kerja sama yang terjalin dengan Jepang, dan kami berharap kolaborasi ini terus berlanjut, terlebih di tengah ketidakpastian global akibat berbagai tantangan ekonomi,” jelas Airlangga, mengutip pernyataan Presiden Prabowo.
Mantan Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, menyampaikan pandangannya tentang pentingnya hubungan kedua negara dalam menghadapi dinamika global yang tidak menentu. "Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, kerja sama antara Indonesia dan Jepang sangat vital. Kami berharap proyek ini dapat menjadi model kerja sama yang sukses di masa depan," kata Kishida.
Muara Laboh: Pusat Energi Terbarukan di Sumatera Barat
Proyek panas bumi di Muara Laboh menjadi langkah strategis Indonesia dalam mengembangkan energi terbarukan. Saat ini, Muara Laboh sudah memiliki satu pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang dioperasikan oleh PT Supreme Energy Muara Laboh. Pembangkit ini memiliki kapasitas terpasang 85 megawatt elektrik (MWe), menjadikannya sebagai pembangkit energi terbarukan pertama di Sumatera Barat.
Pembangunan tahap pertama PLTP ini telah selesai pada tahun 2019. Pada Januari 2025, Bank Pembangunan Asia (ADB) menyetujui pembiayaan sebesar 92,6 juta dolar AS (sekitar Rp 1,51 triliun) untuk memperluas kapasitas pembangkit tersebut. Dengan tambahan pembiayaan ini, PLTP Muara Laboh akan diperluas dengan kapasitas baru sekitar 83 MW.
Menurut ADB, dana yang disetujui tersebut akan digunakan untuk pembangunan, pengoperasian, dan perawatan pembangkit baru yang akan meningkatkan kontribusi energi terbarukan di wilayah tersebut. Pembiayaan ADB ini terdiri dari 38,8 juta dolar AS yang berasal dari sumber daya modal biasa bank, 38,8 juta dolar AS melalui pinjaman sindikasi ADB B dari Sumitomo Mitsui Banking Corporation, dan 15 juta dolar AS dalam bentuk pinjaman lunak dari Australian Climate Finance Partnership (ACFP).
Dampak Positif Bagi Ekonomi dan Lingkungan
Selain mendukung transisi energi terbarukan, proyek ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dan nasional. Pembangkit listrik tenaga panas bumi ini akan meningkatkan pasokan energi di Sumatera Barat dan daerah sekitarnya, yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan industri dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Proyek ini juga dipandang sebagai kontribusi nyata Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dan mencapai target zero emission global.
Sejumlah pejabat penting turut hadir dalam pertemuan antara Presiden Prabowo dan Fumio Kishida, antara lain Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, serta Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri.
Kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan Jepang di sektor energi ini menjadi contoh kolaborasi internasional yang solid dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global. Dengan adanya investasi besar di sektor energi terbarukan seperti proyek panas bumi ini, Indonesia semakin menunjukkan komitmennya untuk menjadi bagian dari solusi global dalam mengatasi krisis iklim dan mendorong ekonomi yang berkelanjutan.
Meningkatkan Kepercayaan Investasi
Lebih dari 170 nota kesepahaman (MoU) telah ditandatangani antara Indonesia dan Jepang, yang menegaskan hubungan yang semakin erat antara kedua negara. Dalam konteks ini, Indonesia menjadi salah satu mitra strategis Jepang dalam memperluas kerjasama di berbagai sektor, termasuk energi terbarukan, teknologi, dan infrastruktur.
Dengan ditandatanganinya proyek panas bumi di Muara Laboh, Indonesia semakin memperkuat posisi sebagai pemain utama dalam transisi energi di Asia Tenggara, sekaligus menarik lebih banyak investor global untuk berkontribusi dalam pembangunan sektor energi yang ramah lingkungan.
"Ini adalah sebuah langkah besar bagi Indonesia dalam mewujudkan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Kerja sama ini tidak hanya bermanfaat bagi Indonesia, tetapi juga bagi Jepang dalam memperkuat posisi mereka sebagai pemimpin dalam inovasi energi terbarukan," tambah Airlangga Hartarto.
Melalui proyek-proyek seperti ini, Indonesia dan Jepang membuktikan bahwa kerja sama internasional sangat penting dalam menyelesaikan tantangan-tantangan besar, terutama di sektor energi dan perubahan iklim, yang semakin mendesak di tingkat global.