JAKARTA – Krisis pendidikan global yang tengah dihadapi Indonesia memerlukan langkah transformasi yang nyata. Data menunjukkan bahwa banyak anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah mengalami “kemiskinan belajar,” yakni ketidakmampuan membaca teks sederhana di akhir sekolah dasar. Di Indonesia, kondisi ini diperparah oleh hasil studi internasional yang menunjukkan skor literasi dan numerasi siswa jauh di bawah rata-rata dunia.
Skor Programme for International Student Assessment (PISA) yang diukur baru-baru ini mengindikasikan nilai matematika, sains, dan membaca siswa Indonesia masih di bawah standar global. Masalah ini diperparah oleh kesenjangan kualitas pembelajaran antar wilayah, metode pengajaran yang masih berorientasi pada hafalan, serta keterbatasan kompetensi guru. Dalam situasi ini, pendekatan pembelajaran mendalam atau deep learning menjadi alternatif solusi yang diusung untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Abdul Mu'ti, menjelaskan bahwa pembelajaran mendalam ini menitikberatkan pada pengembangan kemampuan siswa untuk memahami konsep secara mendalam, mengaplikasikannya, serta mentransfer pengetahuan ke situasi baru. “Pemerintah fokus mengembangkan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, kolaborasi, dan komunikasi. Dengan pembelajaran ini, kita berharap dapat membawa pendidikan Indonesia menuju visi besar Indonesia Emas 2045,” jelas Prof. Abdul Mu'ti.
Makna dan Filosofi Pembelajaran Mendalam
Pembelajaran mendalam bukan sekadar menggantikan metode tradisional, tetapi menciptakan proses belajar yang sadar, bermakna, dan menyenangkan. Pendekatan ini mengintegrasikan olah pikir, hati, rasa, dan raga untuk membentuk siswa secara holistik.
Berbeda dengan sistem pembelajaran yang menekankan hafalan, deep learning menuntut siswa memahami esensi materi dan mampu menggunakannya dalam konteks nyata. Filosofi ini juga berakar dari pemikiran tokoh pendidikan Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara yang mengusung konsep “among” (asah, asih, asuh) serta K.H. Ahmad Dahlan yang melihat pendidikan sebagai sarana perubahan sosial berbasis integritas.
Model pendidikan sukses di berbagai negara seperti Singapura dan Polandia yang mengadopsi pengajaran berbasis kelas dengan kurikulum relevan menginspirasi pengembangan deep learning di Indonesia. Dalam pendekatan ini, terdapat delapan dimensi profil lulusan yang ditekankan, antara lain keimanan, kewarganegaraan, penalaran kritis, kreativitas, kolaborasi, kemandirian, kesehatan, dan komunikasi. Semua dimensi ini dipersiapkan untuk menghadapi tantangan global seperti otomatisasi, perubahan iklim, dan dinamika sosial.
Potensi Besar Pembelajaran Mendalam
Prof. Abdul Mu'ti menegaskan bahwa deep learning memiliki potensi besar dalam meningkatkan kualitas literasi, numerasi, serta keterampilan lunak (life skills) yang sangat dibutuhkan generasi muda. “Pendekatan ini penting untuk memanfaatkan bonus demografi dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Berbagai studi global mendukung efektivitas metode ini. Misalnya, penelitian menunjukkan keterlibatan siswa meningkat hingga 40% melalui pembelajaran berbasis proyek dan masalah nyata. Di beberapa negara, deep learning juga berhasil meningkatkan kemampuan berpindah aplikasi pengetahuan (transferable skills) secara signifikan dalam beberapa tahun.
Di Indonesia, pembelajaran mendalam sudah mulai diterapkan secara parsial, khususnya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melalui sistem teaching factory yang meningkatkan kesiapan kerja lulusan hingga 30%. Penggunaan teknologi digital seperti platform pembelajaran adaptif dan gamifikasi turut memperkuat efektivitas pembelajaran, bahkan mampu meningkatkan hasil belajar hingga 35%.
Teknologi VR dan AR juga telah digunakan untuk meningkatkan retensi memori siswa, sementara pemanfaatan perangkat digital di daerah terpencil memperluas akses pendidikan berkualitas.
Tantangan dan Strategi Implementasi
Meski menjanjikan, transformasi pendidikan melalui deep learning menghadapi berbagai kendala sistemik. Tingginya beban administrasi guru, rendahnya kompetensi pengajar, ketimpangan infrastruktur pendidikan, dan resistensi budaya terhadap metode pembelajaran baru menjadi hambatan nyata.
Prof. Abdul Mu'ti menyampaikan, “Kita perlu mengurangi beban administrasi dan menyesuaikan regulasi agar guru memiliki fleksibilitas lebih dalam mengembangkan pembelajaran yang interdisipliner.” Selain itu, pelatihan berkelanjutan seperti Program Profesi Guru (PPG) harus diintegrasikan dengan mindset berkembang dan pendekatan pembelajaran mendalam.
Penguatan ekosistem pendidikan juga diperlukan dengan menggandeng orang tua, komunitas, dan dunia industri agar tercipta sinergi dan kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan nasional. Pemanfaatan teknologi digital untuk asesmen formatif dan pembelajaran personal juga harus menjadi fokus utama, termasuk pelatihan guru dalam kompetensi digital.
Implementasi deep learning harus dilakukan secara bertahap sesuai jenjang pendidikan. Pada PAUD, fokus pada pembelajaran berbasis bermain; SD untuk penguatan literasi dan numerasi dasar; SMP menekankan berpikir kritis dan komunikasi; SMA mengembangkan proyek interdisipliner; SMK fokus pada keterampilan vokasional; SLB menggunakan teknologi asistif; dan pendidikan nonformal diarahkan pada pengembangan keterampilan hidup.
Menuju Pendidikan Berkualitas dan Inklusif
Prof. Abdul Mu'ti menegaskan bahwa pembelajaran mendalam adalah strategi visioner untuk menciptakan generasi kompeten dan berdaya saing global. Namun, keberhasilan program ini bergantung pada komitmen semua pihak untuk mengatasi kendala melalui pelatihan guru, kemitraan ekosistem, dan pemanfaatan teknologi.
“Jika segala sesuatu dianggap prioritas, maka sebenarnya tidak ada prioritas yang nyata,” kata Prof. Abdul Mu'ti mengutip pandangan Carey Wright, mantan pengawas pendidikan Mississippi. Dengan menetapkan deep learning sebagai prioritas utama dan melaksanakan secara terstruktur dan inklusif, Indonesia dapat mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan merata.
Dengan demikian, pendidikan di Indonesia akan semakin siap menghadapi tantangan abad ke-21 sekaligus mewujudkan cita-cita besar bangsa menuju Indonesia Emas.