JAKARTA — Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) membuka peluang untuk menanamkan modal pada proyek besar pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) yang baru saja diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Proyek ini merupakan bagian dari strategi hilirisasi industri nasional yang mengintegrasikan rantai pasok baterai EV secara menyeluruh dari hulu hingga hilir.
Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Sjahrir, menjelaskan bahwa meskipun saat ini Danantara belum melakukan investasi langsung dalam proyek tersebut, pihaknya tengah melakukan evaluasi secara komprehensif untuk kemungkinan keterlibatan di masa depan.
"Kami pasti mengevaluasi proyek-proyek seperti ini karena memiliki banyak nilai tambah," ujar Pandu kepada wartawan di Jakarta, Senin, 30 Juni 2025. Ia menambahkan, "Potensi nilai tambah dari proyek ini sangat besar, mulai dari penciptaan lapangan kerja hingga peluang komersial yang menjanjikan. Nanti akan kami umumkan kalau sudah ada keputusan."
Proyek Ekosistem Baterai EV Terintegrasi
Proyek pengembangan ekosistem baterai EV ini dijalankan oleh konsorsium yang terdiri dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Indonesia Battery Corporation (IBC), dan mitra asing dari Tiongkok yaitu CATL, Brunp, serta Lygend (CBL). Enam subproyek terintegrasi menjadi bagian dari inisiatif ini, yang bertujuan mendorong hilirisasi industri kendaraan listrik nasional.
Peluncuran proyek ini merupakan tonggak penting dalam upaya membangun ekosistem baterai EV yang mandiri dan berkelanjutan di Indonesia. Proyek ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kapasitas produksi baterai di dalam negeri, tetapi juga menstimulasi pertumbuhan industri terkait seperti manufaktur kendaraan listrik dan penyediaan material utama seperti nikel.
Dukungan Kuat Danantara pada Program Hilirisasi
Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, menegaskan bahwa Antam dan IBC sebagai bagian dari grup Danantara sudah aktif terlibat dalam pembentukan ekosistem ini. Langkah tersebut merupakan wujud nyata dukungan Danantara terhadap program hilirisasi yang dicanangkan pemerintah.
“Kami sangat serius dalam mendukung program ini. Kami melihat ini sebagai langkah strategis menuju kemandirian industri baterai,” jelas Dony dalam kesempatan terpisah.
Dony menjelaskan bahwa struktur pendanaan dan besarnya kontribusi Danantara dalam proyek ini akan disesuaikan dengan kebutuhan modal pada joint venture yang dijalankan oleh IBC. Seluruh modal tersebut akan disalurkan melalui induk perusahaan, Mind ID Group.
Tantangan Sumber Daya Manusia dan Pasar
Meski proyek ini menjanjikan, tantangan tidak bisa diabaikan, terutama dalam hal kualitas sumber daya manusia (SDM). Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, menegaskan pentingnya peningkatan kompetensi SDM agar industri baterai EV bisa berkembang secara optimal.
"Kita memang memiliki keunggulan komparatif lewat kekayaan sumber daya seperti nikel. Namun itu belum cukup. Kita harus memperkuat SDM dan mengurangi ketergantungan teknologi dari luar negeri,” ujarnya.
Bob juga menyoroti tantangan pasar, di mana preferensi konsumen terhadap kendaraan listrik masih sangat tergantung pada subsidi pemerintah. Ia menilai, agar industri baterai dan kendaraan listrik dapat tumbuh secara alami, harga baterai harus dibuat lebih terjangkau.
Prospek dan Tantangan Proyek dari Perspektif Regulasi dan Infrastruktur
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bhaktiar, mengakui prospek proyek ini cukup baik, meskipun sempat terdampak oleh mundurnya mitra strategis sebelumnya, yaitu LG.
“Dengan masuknya mitra baru seperti CBL, proyek ini perlu segera direalisasikan secara agresif. Kalau berhasil, ini bisa mendorong kemandirian industri baterai Indonesia,” ungkap Bisman saat diwawancarai.
Namun demikian, Bisman mengingatkan bahwa tantangan yang dihadapi tetap besar. Mulai dari keberlanjutan komitmen mitra asing, kepastian hukum dan regulasi yang mendukung, kesiapan infrastruktur, hingga pengelolaan dampak lingkungan harus menjadi perhatian serius.
“Keberhasilan proyek ini tidak hanya bergantung pada modal dan teknologi, tetapi juga pada aspek regulasi yang stabil dan infrastruktur yang memadai,” tambahnya.
Potensi Lapangan Kerja dan Dampak Ekonomi
Pandu Sjahrir menambahkan bahwa proyek ekosistem baterai EV ini diperkirakan akan membuka banyak lapangan kerja baru dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Nilai tambah yang diciptakan juga berpotensi meningkatkan daya saing industri kendaraan listrik Indonesia di pasar global.
“Ini bukan sekadar proyek manufaktur biasa, tetapi upaya membangun ekosistem industri yang utuh dan berkelanjutan,” kata Pandu.
Sinergi Strategis Dalam Menghadapi Era Kendaraan Listrik
Proyek ini menjadi wujud sinergi antara BUMN dan mitra asing dalam menghadapi tren global menuju kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan. Dengan integrasi penuh rantai pasok baterai, dari bahan baku hingga produk jadi, Indonesia berambisi menjadi pemain utama di pasar kendaraan listrik dunia.
Keseriusan Danantara sebagai badan pengelola investasi nasional menunjukkan komitmen Indonesia dalam memajukan teknologi hijau dan energi terbarukan melalui pengembangan baterai EV.
Dengan segala peluang dan tantangan yang ada, proyek ekosistem baterai kendaraan listrik di Karawang merupakan langkah strategis Indonesia untuk memperkuat posisi industri otomotif dan energi baru terbarukan. Keterlibatan Danantara dalam proyek ini akan menjadi sinyal positif bagi investor dan pelaku industri dalam mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Pandu Sjahrir menegaskan, “Kami akan terus memantau dan mengevaluasi proyek ini, dan jika sudah ada keputusan terkait investasi, akan kami umumkan segera.”